Sabtu, 29 Desember 2012

Pengertian hadis dan sunah


Hadits, dalam pengertian bahasa, berarti baru, dekat, atau khabar (berita)[i]. Berita, sebagai salah satu pengertian hadits, semakna dengan sunnah, yang berarti jalan atau tradisi. Kesamaan yang dimaksud karena sumber berita, jalan, atau tradisi yang dimaksud dari istilah hadits dan sunnah tersebut merujuk kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, makna istilah secara umum dari hadits dan sunnah adalah segala sesuatu (berita, jalan, atau tradisi) yang sumbernya dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun izinnya.[ii] Tegasnya, jumhur ulama ahli hadits memaknai hadits atau sunnah sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), dan sebagainya.[iii]
Perkataan yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah perkataan yang pernah Nabi Muhammad saw. ucapkan dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang hukum (syariat), akhlak, akidah, pendidikan, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan yaitu aktivitas yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dan menjadi penjelasan praktis atas aturan-aturan syariat yang belum jelas cara pelaksanaannya. Sementara itu, izin yang dimaksud adalah keadaan Nabi Muhammad saw. yang mendiamkan, tidak menyanggah atau menyetujui apa yang dilakukan atau apa yang dinyatakan para sahabat di hadapan beliau.[iv]
Meskipun sedemikian jelas persamaan dari istilah keduanya, sebagian orang memandang keduanya tetap berbeda. Menurut mereka, sunah berarti segala sesuatu yang pernah diucapkan, dilakukan, dan diizinkan oleh Nabi Muhammad saw., baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat. Sementara itu, hadits menurut mereka adalah catatan-catatan yang dihimpun dari perkataan, perbuatan, dan izin Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, sunah, menurut mereka, adalah sumber hukum dan sumber hidup setiap Muslim. Akan tetapi, hadits tidak seperti itu karena catatan-catatan yang disebut hadits ada yang asli (sesuai dengan perkataan, perbuatan, dan izin Nabi Muhammad saw.) dan ada yang palsu (hasil mengada-ada orang yang menuliskannya).[v]
Maka dari itu, dalam ranah keilmuan, hadits (sebagai catatan-catatan) diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.[vi] Menurut periwayatannya, hadis terbagi menjadimutawatirmasyhur, dan ahad. Sementara itu, berdasarkan kualitasnya, hadis terbagi menjadi shahihhasan, dan dhaif. [vii]


[i] Drs. Miftah Faridl, Pokok-Pokok Ajaran Islam, Penerbit Pustaka, Bandung, 1993, hlm. 18.
[ii] Prof. Dr. Zakiah Darajat, dkk., Dasar-Dasar Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm. 181.
[iii] Muh. Mahfudh At Tarmusy, Manhaj Dzawi’n Nadhar, dalam Fathur Rachman, Alma’arif, Bandung, 1991, hlm. 6.
[iv] Drs. Fathur Rachman, Ikhtishar Mushthalah Al Hadits, Alma’arif, Bandung, 1991, hlm. 6-9.
[v] Prof. Dr. Zakiah Darajat, dkk., Ibid.
[vi] Drs. Zaenal Abidin, M.Ag., Dasar-Dasar Islam, Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung, 2005, hlm. 37-38.
[vii] Insya Allah dibahas dalam artikel Memahami Istilah-Istilah Hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar